Pages

Wednesday, May 4, 2011

Tentang Kepuasan Kerja

Pada prinsipnya kehidupan manusia  menuntut adanya suatu keseimbangan dalam hidup. Demikian pula didalam dunia kerja, manusia melakukan kerja disamping untuk mendapatkan penghasilan dan untuk mendapatkan kepuasan kerja. Sampai saat ini belum ada kesamaan pandangan mengenai batasan dari kepuasan kerja, walaupun sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang prinsip diantara pandangan tersebut. Menurut Blum dan Naylor (1956) mengemukakan: “job satisfaction is the result of various attitude the employee toward his job, toward related factors and toward life in general”, yang berarti bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap yang dimiliki seseorang karyawan. Dalam arti sempit sikap yang dimaksudkan tersebut adalah berhubungan dengan faktor-faktor spesifik seperti upah, pengawasan, kondisi kerja, kesempatan untuk maju, pengakuan terhadap kecakapan, penilaian kinerja yang jujur, hubungan dengan sosial didalam pekerjaan dan perlakuan yang baik dari atasan terhadap para karyawan.  Sedangkan menurut Moh. As’ad (1991) tentang pentingnya unsur manusia didalam pekerjaan adalah, “Betapapun sempurnanya rencana-rencana, organisasi dan pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira, maka suatu badan usaha tidak akan mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat dicapainya.”  Dapat dikatakan bahwa apabila kepuasan kerja tinggi maka prestasi kerja juga akan tinggi demikian pula sebaliknya apabila kepuasan kerja rendah maka dapat menurunkan prestasi kerja. Batasan-batasan  dari pengertian tentang kepuasan kerja  sebenarnya adalah batasan yang sederhana, yang diharapkan dapat dibandingkan dengan kenyataan yang ada didunia kerja.

Dampak Kepuasan Kerja   
Kepuasan kerja dapat berdampak pada diri karyawan dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi produktivitas maupun kelangsungan badan usaha. Wexley and Yulk (1977) menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari kepuasan kerja terhadap tingkah laku karyawan adalah: performance, turnover, absenteism dan union activity. Adapun rincian penjelasannya adalah:
a.  Performance (kinerja)
Kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja dari sumber daya manusia. Secara teori dapat dikatakan bila kepuasan kerja tinggi maka kinerja para karyawan juga akan tinggi begitu pula sebaliknya.
b. Turnover
 Kepuasan kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan turnover, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya karyawan yang mengundurkan diri dari pekerjaan. Menurut Jackofsky dan Peters (Cormick; 1985) menyatakan bahwa “Kepuasan kerja makin kuat pada karyawan yang percaya bahwa mereka dapat menemukan alternatif pekerjaan”. Dengan kata lain tuntutan pekerjaan seseorang makin tinggi bila orang tersebut dapat dengan mudah menemukan pekerjaan lain.
c. Absenteism.
Sama seperti halnya turnover tetapi, dilihat dari sisi banyaknya jumlah ketidakhadiran pekerja. Peranan absensi tidak begitu besar jika dibandingkan dengan performance dan turnover, karena dengan banyaknya jumlah karyawan yang hadir belum tentu menpunyai kepuasan kerja yang tinggi.
d. Union Activity (serikat pekerja)
Kepuasan kerja juga berpengaruh pada serikat pekerja tetapi tidak begitu  besar peranannya, karena hanya akan mempengaruhi aktivitas didalam kelompok. Serikat pekerja hanya berlaku untuk karyawan yang bekerja secara tim.

Teori kepuasan kerja
Kepuasan kerja karyawan dapat dilihat melalui Two factor Theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg pada tahun 1959 seperti yang di tuliskan kembali oleh Marc G. Singer (1990), mengemukakan  bahwa “Dalam kepuasan kerja sebenarnya ada dua kelompok situasi yang mempengaruhi seseorang pekerja didalam pekerjaannya. Dua kelompok situasi itu adalah satisfiers (motivators) dan dissatisfiers (hygiene).” Satisfiers (motivator) ialah faktor-faktor yang di sebutkan Herzberg sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: Achievement, recognition, work itself, responsibility and advancement. Menurut Herzberg bahwa hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.  Seperti terkutip dalam Wexley and Yulk (1977) dissatisfiers (hygiene factors)  adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: Company policy and administration, supervision, salary, interpersonal relations, working condition, job security and status.  Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena hygiene faktor bukan sumber kepuasan kerja. Selain two factor theory di atas, masih ada berbagai teori tentang kepuasan kerja seperti equity theory dan discrepancy theory. Menurut Diboye (1995) “Regardless of which perspective you choose, however, if it is to be studied, job satisfaction must be measured”. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dari berbagai teori yang dipilih, jika akan digunakan sebagai penelitian maka harus dilakukan pengukuran kepuasan kerja.

sumber:
Blum, M.L. and Naylor, J.C., Industrial Psychology and Its social Fondation, Harper & Row Publisher, New York, 1968
Moh. As’ad., Psikologi Industri, Seri Ilmu Sumber Daya Manusia, Edisi Empat, Liberty, Yogyakarta, 1987.
Wexley, Kenneth N., and Gary A. Yulk, Organizational Behavior and Personnel Psychology, Richard D. Irwin, Illnois, Homewood, 1977.
Cormick, MC., and Ilgen E.J.D., Industrial and Organizational Psychology, Prentice Hall, 1985.
Marc G, Singer, Human Resources Management, PWS-KENT Publishing Prentice Hall International, Englewood Clift, New Jersey, 1991.
Dipboye, L., Robert., and Carlla S.M., Understanding An Industrial and Integrated Organizational Approach Psychology, Hourcourt Brace International Edition, Forth Worth, 1994.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...