Pages

Wednesday, May 4, 2011

Tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

PHK pada hakekatnya merupakan suatu pemutusan terhadap perjanjian kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak atau oleh karena pelaksanaan suatu ketentuan hukum.  Pada dasarnya perusahaan harus menghindari terjadinya PHK, apabila hal ini tidak dapat dihindari maka pelaksanaannya harus berpedoman kepada Undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Menurut FX. Djumialdji bahwa, “Pemutusan Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan buruh karena adanya perjanjian kerja ini telah berakhir”. Sedangkan Iman Soepomo memberikan batasan mengenai PHK yaitu,”Putusnya hubungan kerja berarti bagi buruh permulaan dari segala pengakhiran, permulaan dari berakhirnya mempunyai pekerjaan, permulaan dari berakhirnya kemampuannya membiayai keperluan hidup sehari-hari baginya dan keluarganya, permulaan dari berakhirnya kemampuannya menyekolahkan anak dan sebagainya”. Dari uraian diatas nampak bahwa PHK sebenarnya memiliki dampak yang sangat besar terutama bagi para buruh.

Jenis-jenis Pemutusan hubungan kerja
1.Pemutusan Hubungan Kerja demi hukum
PHK demi hukum berarti hubungan kerja antara pengusaha dengan buruh berakhir dengan sendirinya dimana kedua belah pihak hanya bersifat pasif saja. Hal ini dapat terjadi  pada:
- Perjanjian kerja waktu tertentu
- Buruh meninggal dunia

2.Pemutusan hubungan kerja oleh buruh
Dalam hal PHK oleh buruh, disini  buruh meminta supaya diputuskan hubungan kerjanya. Hal ini dapat terjadi pada:
a. Dalam masa percobaan buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu dengan pernyataan pengakhiran (pasal 1603L KUHPer). Masa percobaan tidak boleh lebih dari tiga bulan dan adanya masa percobaan ini harus di beritahukan terlebih dahulu kepada calon buruh (pasal 4 Undang-undang no.12 tahun 1964). Dengan demikian tanpa pemberitahuan adanya masa percobaan berarti dianggap tidak ada masa percobaan.
b. Dengan meninggalnya majikan, buruh berhak untuk memutus hubungan kerja untuk waktu tertentu dengan ahli waris majikan dengan adanya pernyataan pengakhiran dan mengingat tenggang pengakhiran (pasal 1603k KUHPer).
c. Pada perjanjian kerja waktu tidak tertentu , yaitu perjanjian kerja yang waktunya tidak bisa ditentukan menurut perjanjian, peraturan perusahaan maupun perundang-undangan ataupun kebiasaan (pasal 1603q KUHPer) maka buruh berhak memutuskan hubungan kerjanya sewaktu-waktu dengan pernyataan pengakhiran dan mengingat tenggang pengakhiran.
d. Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu tanpa pernyataan pengakhiran atau tanpa memperhatikan tenggang pernyataan pengakhiran dan tanpa persetujuan majikan. Adapun pemutusan hubungan kerja yang dimikian ini bersifat melawan hukum kecuali apabila membayar ganti kerugian atau adanya alasan mendesak dari buruh.

3.Pemutusan Hubungan Kerja oleh Majikan/Pengusaha
PHK oleh majikan/pengusaha sepenuhnya diatur oleh pemerintah. Pemutusan hubungan kerja oleh majikan/pengusaha merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, hal ini dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan karena sikap mental dari para buruh.
Pihak majikan/pengusaha dapat memutus hubungan kerjanya, apabila buruh melanggar hukum atau merugikan perusahaan diantaranya adalah:
a. PHK karena kesalahan berat seperti yang diatur dalam Undang-undang ketenagakerjaan
b. PHKdapat diberikan dalam hal buruh melakukan kesalahan ringan sebagai berikut:
-  Setelah 3 (tiga) kali berturut-turut buruh tetap menolak untuk mentaati perintah atau penugasan yang layak sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja, perjanjian perburuhan atau peraturan perusahaan.
-   Dengan sengaja atau lalai mengakibatkan dirinya dalam keadaan demikian sehingga ia tidak dapat menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
-   Tidak cakap melakukan pekerjaan walaupun sudah dicoba pada bidang tugas yang ada.
-   Melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian perburuhan, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja.
Dalam hal tersebut diatas pengusaha dapat memberikan peringatan pertama dan terakhir kepada buruh. Setelah peringatan terakhir buruh masih tetap tidak menunjukkan perbaikan ataupun melakukan pelanggaran lagi, maka pengusaha dapat mengajukan ijin Pemutusan hubungan kerja. Pengusaha juga mempunyai kewajiban untuk memberikan uang pesangon.

4.Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
Masing-masing pihak baik pengusaha maupun buruh berhak meminta kepada pengadilan negeri agar hubungan kerja yang terjadi karena adanya perjanjian kerja diputuskan. Menurut pasal 1603v KUHPer menyebutkan bahwa,”Tiap pihak setiap waktu, juga sebelum pekerjaan dimulai, berwenang berdasarkan alasan penting mengajukan permintaan tertulis kepada pengadilan di tempat kediamannya yang sebenarnya untuk menyatakan perjanjian kerja putus”.
Pengadilan dalam meluluskan permohonan PHK setelah memanggil dan mendengar secara sah pihak lainnya. Jika pengadilan meluluskan permohonan PHK maka pengadilan dapat menetapkan saat hubungan kerja tersebut berakhir.

sumber:
Djumialdji, F.X., Perjanjian Kerja, Cetakan ke-III, Bumi Aksara, Jakarta, 1997.
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan undang-undang dan peraturan-peraturan, Cetakan ke-XVI, Djambatan, Jakarta, 1996.
Subekti, R., Kitab Undang-undang  Hukum Perdata, Cetakan ke-XXV, Pradya Paramita, Jakarta, 1992.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...